Tragedi Lepasnya Luki | Part 2 (End)

Sebelum membaca postingan ini, baca terlebih dahulu part sebelumnya disini.

Setiap menit dan setiap jam berlalu, warga sekitar (masih) terus menanti dan mewaspadai kedatangan Luki yang bisa jadi tiba-tiba itu. Pemandangan rumah warga jadi bisa ditebak. Kalo biasanya gak ada yang nyiapin sapu di depan rumah, sekarang banyak yang pajang sapu di depan rumah buat jaga-jaga siapa tau pas lagi duduk-duduk di teras tiba-tiba Luki nyerang. Ilham sebagai pemilik monyet pemakan segala itu terus menanti hewan peliharaannya itu datang ke pelukannya lagi. Ilham selalu rindu akan keberadaan Luki disisinya. Sampai-sampai kehilangan Luki ini udah kayak kehilangan pacar.
 
“Bik, gue sedih banget nih Luki lepas, dimana ya Luki sekarang? Apa dia baik-baik aja sekarang? Makannya gimana ya?”
“Udah tenang aja lo ham, Luki pasti balik lagi, dia tuh monyet yang pinter.”

“Tapi kan dia pasti kedinginan diluar sana.”

“Kagak, gue yakin sekarang Luki ada di pohon-pohon yang banyak daunnya terus berteduh disana. Udah belum lo kencingnya? Keluar yuk ah, sumpah bau banget nih.”

“Ntar lagi.”

“Ya udah gue keluar duluan ya, duit wc-nya udah gue bayar nih.”

Ya, orang kalo udah cinta banget sama hewan peliharaannya pasti akan merasa sangat kehilangan ketika tuh hewan gak menemaninya lagi. perasaan temen gue Ilham tuh sangat wajar dan gue yakin seluruh manusia yang sayang banget sama hewan mengerti akan situasi yang dihadapi Ilham ini. Melihat kegelisahan dan kesedihan Ilham yang tak kunjung selesai, akhirnya kami membentuk tim khusus pencari Luki. Tim ini terdiri dari bocah-bocah termasuk gue di daerah rumah kami. Tim ini kami beri nama Tim penluk (pencari Luki). Inilah daftar anggota tim penluk beserta tugasnya masing-masing:

1.    Feby (gue): Menganalisa setiap kotoran hewan yang ada.
2.    Ilham: Mencari jejak kaki Luki.
3.    Raid: Menganalisa setiap pohon di sekitar komplek.
4.    Geri: Menangkap setiap kucing liar yang lewat untuk diinterogasi.
5.    Argho: Penyuplai makanan ringan.
6.    Riyan. S (beda sama Riyan yang diatas): Bertanya ke warga komplek.
7.    Boninka & Burhan: Gak ngapa-ngapain. (ngaco)
8.    Eci & Ine: Main rumah-rumahan. (makin ngaco)

Tim tersebut kami bentuk dengan tujuan yang mulia dan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Dengan semangat yang berapi-api akhirnya dalam satu hari kita ngelilingin komplek yang luas hanya untuk mencari seekor monyet yang udah ngancurin bola kertas gue. Dendam pribadi gue sama tuh monyet terpaksa harus gue kubur dalem-dalem demi membuat hati temen gue, Ilham, kembali tenang. Akhirnya setiap balik sekolah kami bertekad untuk mencari Luki.

Seluruh tempat kita telusuri mulai dari pohon yang daunnya lebat, tempat sampah, sumur sampai ke kolam belakang, tempat orang biasanya mancing atau mencoba menghilangkan status jomblo.

“Ham, gimana nih, tanda-tanda Luki belum kita dapat?” tanya gue.

“Iya nih memang susah nyari monyet di tempat luas gini. Mungkin gue udah ditakdirkan gak bertemu Luki lagi.”

Raut wajah Ilham terlihat sangat sedih. Dalam keadaan seperti ini, Raid memberikan sentuhan moral yang klasik. Raid memegang pundak Ilham dan menatap Ilham dengan penuh keprihatinan.

“Ham, kita gak akan berhenti mencari Luki. Kita gak akan berhenti buat nolongin lo. Karena lo temen kita. Ya, lo tuh temen kita men. Kita cari lagi ya besok. Cup cup cup..”

Udah dua hari ini daerah kami kehilangan maskot monyet yang biasanya ribut gedor-gedorin kandangnya. Sumpah, kita semua kangen sama suara kandang hasil penggedoran Luki itu. Apalagi sama muka tuh monyet yang cute abis kayak gue (cute-nya ya, bukan monyet-nya).

“Biks, kayaknya gue harus mencari pengganti Luki deh sekarang.”

“Hah? Lo mau nyari pasangan hidup buat pendamping lo itu seekor monyet?”

“Ya bukan lah congek! Gue mau nyari hewan peliharaan lain, mungkin juga monyet lain lagi untuk dipelihara. Kayaknya Luki gak bakal balik lagi deh.”

“Luki pasti balik ham, gue yakin dia pasti balik. Luki pasti kangen dipeluk sama lo lagi. Lo kasih makan kerupuk udang, lo kasih makan jambu busuk.”

Ilham kembali semangat Mendengar ocehan gue tadi. Kita ngobrol-ngobrol lagi mengenai rencana pencarian Luki ini dan kembali mencari Luki keesokan harinya.

“Hari ini kita harus berhasil dapetin tuh monyet. Kalo kemarin kita pake tugas per-orang yang konyol, sekarang kita pake logika. Menurut kalian, kalo jadi Luki kalian pergi kemana?” tanya Raid dengan penuh gairah.

“Hutan!” teriak gue.

“Oke kita gak bakal ketemu sama Luki lagi kalo gitu. Pencarian selesai.”

Sunyi.

“Ah kampret, bilang aja lo pada gak mau bantuin nyari Luki?!” jerit Ilham setengah nangis.

“Haha,. Tenang aja sob, kita hanya bercanda, kalo bahasa Ingrisnya itu, just puding ya?” Raid menoleh ke gue.

“Just kidding Raid,” gue meluruskan.

“Baiklah kalau begitu, ayo kita cari Luki lagi sampai dapat!” teriak Raid sambil pegangin batang kayu (gak tau nih maksudnya buat apaan).

Kami, tim penluk, kembali mencari Luki dengan hati riang gembira dan akhirnya memutuskan pulang sejam kemudian. Seperti kemarin, hari ini pun kami kembali gagal. Sesampai di daerah rumah, tiba-tiba warga sekitar udah ngumpul sambil ngedumel gak karuan. Ternyata waktu kami mencari Luki tadi, ada seekor kera berkulit coklat yang lewat daerah rumah dan langsung ditangkap sama orang lain, yang punya tuh hewan, terus dibawa pergi jauh-jauh.

Muncul sedikit harapan di benak kami kalo si Luki juga pasti bentar lagi balik.

“Ham, lo sadar gak sih, mungkin monyet yang tadi lewat ada hubungannya dengan Luki,” tanya gue sambil pegangin dagu.

“Apa hubungannya?”

“Gini, monyet tuh kan hewan berkelompok nih, mungkin Luki lepas dari kandang lo itu untuk menjalankan misi mulia dari kelompoknya buat nyerbu kelompok monyet lain yang mau memporak-porandakan dan membuat onar di komplek ini. Bisa dibilang, ini adalah pertarungan antar kelompok monyet ham, pertempuran geng monyet liar!”

“Ngaco lu! Kebanyakan nonton kera sakti sih lu!”

Waktu terus berlalu, kita semua kembali ke rumah masing-masing untuk istirahat. Namun, sekitar satu jam berlalu, tiba-tiba ada suara anak kecil lagi naik sepeda jerit-jerit kayak ibu-ibu menang arisan. Seluruh warga sekitar langsung keluar rumah.

“Waaaa.. Tolong!! Ada monyet ngejer gue!”

Dan ternyata Luki kembali sambil mengejar anak bersepeda.

Dengan sigap Ilham langsung nangkep Luki lagi. Betapa berbunga-bunganya perasaan Ilham saat itu. Luki pun kembali ke kandangnya, diikat rantai besi dan bersatu lagi dengan ayam di kandang itu. Sejak saat itu gue gak pernah liat Luki kabur lagi. Sekarang monyet itu sudah mati, tenang di alam sana. Yang tertinggal hanyalah sebuah legenda di daerah rumah kami. Legenda tentang seekor monyet yang selalu jadi tontonan anak-anak pada saat itu dan monyet pertama yang ada di daerah rumah kami. Mungkin yang diinginkan Luki saat kabur itu adalah kebebasan seperti halnya manusia. Dan sekarang, Luki sudah mendapat kebebasan itu bersama sang pencipta, kebebasan di tempat yang jauh lebih indah dari bumi ini.

Home - About - Order - Testimonial
Copyright © 2010 Tentang FaceBook All Rights Reserved.